Senin, 28 September 2015
[Catatan Perjalana Haji Ustadz M Ihsan Abdul Djalil]
SELAMAT UNTUKMU, BU HAJJAH...
Setelah 5 hari mengikuti puncak haji di Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), saatnya kami kembali ke Makkah. Jam 9 pagi bis jemputan sudah datang. Alhamdulillah, belum terlalu macet, jadi hanya perlu 1 jam perjalanan sudah tiba di maktab kami, di Syisyah 2. Badan rasanya remuk redam. Capeknya luar biasa.
Sampai hotel bukannya rebahan rehat, tapi istri malah cari perkara. Beliau melanjutkan hobi barunya selama di Makkah, yaitu nyuci baju, hahaha... Saya nggak mau kalah. Kain ihram yang tebal itu pun saya cuci pula. Rasanya tidur nggak bakalan tenang kepikiran tumpukan baju kotor begitu banyak. Selama di Armina kami tak sempat nyuci baju. Hanya ibu-ibu nekat saja yang bahkan berani mencuci (maaf) CD-nya dan menjemurnya di tempat terbuka (Baca catatan lain: JAGA KEHORMATANMU, BU HAJJAH).
Setelah tuntas semua urusan cucian dan makan siang, istri mengeluhkan sakit. Badan nggreges, katanya. Tak lama kemudian, gantian saya yang tumbang, kena radang tenggorokan. Ya Allah, Ya Rabb...
Lima hari terakhir kami benar-benar memforsir tenaga. Wukuf di padang Arafah pada siang hari yang panasnya 42 derajat celsius dengan hanya berlindung di bawah tenda. Lalu bermalam di Muzdalifah hanya beralaskan perlak dan beratapkan langit alias di padang terbuka dengan hembusan angin malam. Ditambah besok paginya selama 3 hari di Mina harus jalan kaki total 6 km untuk melontar jumrah. Lelahnya maksimal.
Malam itu kami sudah membuat planning berdua untuk tidur lebih awal agar jam 2 dini hari sudah terbangun, dan bergegas ke Masjidil Haram menuntaskan 2 manasik tersisa: thawaf ifadhah dan sai. Tapi, dengan kondisi fisik drop seperti ini, apakah kami perlu membuat plan B, menundanya?
Beruntung, sangu sekotak obat dari kakak ipar saya lumayan manjur. Istri mengambilkan 2 buah pil Dexamethasone. "Minum sebelum tidur, dan insya Allah tetap sesuai rencana semula, jam 2 kita ke Haram", tekadnya.
Alhamdulillah, bangun tidur badan benar-benar fresh. Kami bisa berangkat ke Haram sesuai rencana, dan subhanallah... lautan manusia sudah terlihat mengelilingi kakbah. Namanya saja thawaf ifadhah. Sudah pasti penuh.
Kami mulai mengitari kakbah dari lingkaran terjauh area thawaf. Setiap ada celah, kami bergeser ke kiri mendekati kakbah. Sebab saya ingin di akhir putaran bisa finish di multazam, di depan pintu kakbah (Baca catatan lain: DOA MENGHUNJAM DI MULTAZAM).
Alhamdulillah, selesai juga (perjuangan) thawaf kami. Setelah shalat sunnah di belakang maqam Ibrahim, adzan subuh pas berkumandang. Kami break ikut shalat jamaah. Barulah melanjutkan sai, jalan kaki 7 kali dari bukit Shawa ke bukit Marwah.
Di sini kami benar-benar merasakan bahwa kekuatan ruhiyyah sukses mengalahkan keletihan dan kemalasan kami. Jika bukan karena dorongan ingin segera menuntaskan rangkaian manasik haji, opsi menunda thawaf dan sai, bisa diambil. Toh kami masih punya waktu semingguan lagi di Makkah.
Tapi sudah lebih sebulan ini istri mengkonsumsi pil penunda menstruasi. Kalau tamu bulanan itu keburu datang, sementara istri belum sempat thawaf ifadhah, jelas itu kerugian besar. Makanya kami cepetan ke Haram begitu ada kesempatan.
Kini, setelah selesai thawaf ifadhah dan sai, tuntas pulalah haji kami. Alhamdulillah. Saya berbisik ke istri setelah menuntaskan doa di bukit Marwah. "Selamat untukmu, Bu Hajjah. Sempurnalah hajimu. Semoga mabrur". Yang dibisikin hanya tersenyum. Bahagia tak terkira, sudah pasti.
Allahumma ij'al hajjana hajjan mabruran...
Wa sa'yana sa'yan masykuran...
Wa dzanbana dzanban maghfuran...
Wa tijaratana tijaratan lan tabur...
Makkah, 27 September 2015
(keterangan foto: Di depan kakbah usai thawaf ifadhah)
*dari fb ustadz M Ihsan Abdul Djalil