Makin parah, benarkah Malaysia menuju krisis moneter seperti 1998?

 Jumat, 11 September 2015 09:05

Merdeka.com - Tujuh belas tahun silam, krisis moneter dan keuangan merobek ekonomi Asia, termasuk Indonesia. Krisis ini menjatuhkan pemerintahan Soeharto, membangkrutkan perusahaan dan nilai tukar mata uang Asia anjlok parah karena kuatnya tekanan.
Kini, Malaysia dan Indonesia kembali mengalami kesulitan. Setahun lalu, Ringgit Malaysia anjlok hampir seperempat nilainya terhadap dolar Amerika (USD). Rupiah juga ambruk 15 persen pada periode yang sama. Nilai tukar Ringgit dan Rupiah kini memasuki level terendah sejak krisis keuangan Asia, dan kerugian masih terus menumpuk.
Banyak analis menyebut, ketakutan krisis moneter 1998 silam kembali menghantui Indonesia dan Malaysia. Pasalnya, negara di kawasan Asia banyak yang bergantung pada permintaan China. Negara yang mengekspor ke China termasuk Taiwan, Malaysia, Korea Selatan dan Vietnam berada dalam kesulitan besar.
Tapi, analis dari Capital Economics, Daniel Martin mengatakan Malaysia paling berisiko terkena dampak pelemahan nilai tukar karena memiliki tingkat utang yang tinggi dalam bentuk USD. Secara kawasan, pelemahan nilai tukar belum menjadi risiko terbesar.
Namun demikian, pejabat Indonesia maupun Malaysia masih optimis krisis 1998 tidak akan terulang kembali. Mereka bisa mengontrol respon di bawah tekanan. Jika proteksionisme dan disfungsi politik dapat dihindari, maka negara negara di kawasan Asia memiliki kesempatan lebih baik melewati masa-masa sulit ini.
Tapi sekali lagi, ini tidak mudah. Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak malah tersandung masalah tuduhan korupsi beberapa bulan terakhir.
Merdeka.com mencoba merangkum beberapa kondisi parahnya ekonomi Malaysia saat ini. Apakah ini pertanda Malaysia akan mengalami krisis moneter seperti tahun 1998?
[idr]