Cerita OC Kaligis tak berdaya, sampai tak bisa gaji pegawainya

Jumat, 28 Agustus 2015 10:05
Sidang OC Kaligis. ©2015 merdeka.com/dwi narwoko
Merdeka.com - Terdakwa kasus suap Hakim PTUN Medan OC Kaligis menjalani sidang di Tipikor. Kepada hakim, Kaligis banyak mengeluarkan keluhan-keluhan.

Keluhan pertama, soal larangan membawa tas jinjing ke persidangan.Menurutnya, tas berwarna hitam yang dibawanya itu digunakan untuk menaruh dokumen dan berkas kasus suap PTUN Medan. Pengacara kondang itu pun mengaku terpaksa meminjam tas dari rekannya yang lain.

"Saya minta kepada majelis agar saya boleh membawa tas untuk menaruh dokumen-dokumen ini. Sampai-sampai saya meminjam ke yang lain," kata Kaligis dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/8).

Ayah dari Velove Vexia menilai tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang dirinya membawa tas tersebut sebagai sesuatu yang berlebihan. "Masa, KPK apa-apa selalu dilarang, bahkan sampai membawa tas juga enggak boleh," katanya.

Salah seorang Kuasa Hukum Kaligis juga sempat berkomentar bahwa pelarangan itu seakan menganggap Kaligis tersangka teroris. "Kayak teroris saja dilarang, padahal cuma tas ya," kata perempuan berambut panjang itu saat memasuki area sidang Kaligis.

Kedua, Kaligis meminta majelis hakim untuk membuka rekeningnya yang diblokir penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Rekening saya diblokir, saya enggak bisa bayar gaji pegawai lain. Kalau sampai ditutup gitu, apa relevansinya dengan kasus ini," kata Kaligis.

Atas penutupan rekening tersebut, pengacara kondang itu mengaku tak dapat membayar gaji para pegawai yang bekerja di kantor advokatnya. "Kita kan kantor advokat lama sudah 50 tahun. Begitu lamanya, sampai ada 100 orang yang belum nerima gaji dari saya. Sekarang mereka hadir bahkan ada yang sudah menjadi yatim piatu," terangnya.

Dia pun memohon kepada ketua majelis hakim Supeno untuk membuka rekening tersebut. Sebab, ia mengaku tak bersalah sebagai pelaku Operasi Tangkap Tangkap penyuapan hakim PTUN Medan Sumatra Utara.

Ketiga, Kaligis mengeluh kalau sedang sakit. Ketua Majelis Hakim, Supeno akhirnya mengabulkan permohonan Kaligis karena mempertimbangkan efektivitas persidangan dan kesehatan terdakwa.

"Kami mengabulkannya dan mengizinkan terdakwa menjalani perawatan dr. Terawan di RSPAD pada Kamis atau Jumat atau Sabtu dengan pengawalan ketat," kata Supeno.

Terakhir, sebelum persidangan tadi selesai, Kaligis sempat curhat pada hakim soal perlakukan KPK terhadapnya. Termasuk penolakan KPK saat dirinya minta izin berobat di RSAPD. Padahal rumah sakit itu tempatnya dan keluarga tiap berobat.

"Saya sudah memberikan 4 surat ke KPK, tapi tidak digubris dan dikatakan Terawan tidak independen," ungkap Kaligis.

Brigjen dr Terawan Agus Putranto adalah dokter yang dipilih Kaligis karena semua keluarganya pasien dari kepala RSPAD itu. "Saya mohon majelis agar dirawat oleh dokter Terawan karena saya pasiennya dan anak yang lain dirawat di sana lebih baik," pintanya.

Dia heran kenapa KPK bisa menilai dr Terawan tak independen dan menyebut RSPAD belum lolos akreditasi. Dia pun merasa didiskriminasi saat harus menjalani pemeriksaan tak seperti tahanan lain yang mendekam di rumah tahanan (rutan) Guntur, Jakarta Selatan.

"Entah mengapa semua permohonan saya ditolak Johan Budi. Sementara sesama tahanan enggak ada yang dapat kesulitan berobat di RSPAD. Akhirnya saya diperiksa di IDI RSCM," ujarnya.

"Hanya karena akreditasi sehingga berhalangan pemeriksaan saya. Dari IDI saja heran apa hubungannya akreditas rumah sakit dengan penanganan medis dokter terhadap pasiennya," bebernya.

Padahal, kata dia, dokter yang diberikan KPK tak cukup baik memberikan perawatan padanya. Dokter KPK hanya memberikan pemeriksaan dan obat tanpa resep.

"Lalu pemeriksaan second opinion dilakukan tanpa adanya resep dan hanya pemeriksaan. Sejak 30 Juni saya enggak pernah terima obat cuma dikasih obat tekanan darah tinggi. Sampe hari ini saya sakit tapi saya malu untuk nggak datang, kalau enggak datang lagi disangka bohong sehingga nanti beritanya dipelintir media," ungkapnya.

[eko]