Kamis, 01 Oktober 2015
Ustadz Rappung Samuddin
[Halaqah 136]
Tidur pagi termasuk salah satu kebiasaan kita yang sulit ditinggalkan. Nikmat memang. Akan tetapi, perbuatan ini ternyata dibenci oleh kalangan ulama salaf dahulu. Sebab, akibat tidur pagi, seorang hamba akan kehilangan banyak sekali kebaikan dan keberkahan padanya.
Dari Shakhr bin Wada'ah radhiallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
( اللهم بارك لأمتي في بكورها).
"Wahai Allah, berkahilah umatku pada waktu paginya".
قال: وكان إذا بعث سرية أو جيشا ، بعثهم أول النهار . وكان صخر رجلا تاجرا ، وكان إذا بعث تجارة بعثها أول النهار ، فأثرى وكثر ماله . رواه أبو داود والترمذي .
Perawi hadits ini menambahkan: "Adalah Nabi shallallahu alaihi wasallam, jika mengutus pasukan atau pengintai, beliau mengirim mereka di awal siang (waktu pagi). Adalah Shakhr bin Wada'ah seorang pedagang sukses. Beliau selalu mengirim kafilah dagangnya di waktu pagi, karenanya ia menjadi kaya dan melimpah hartanya". (Riwayat Abu Daud dan Al Tirmidzi, hasan).
Nah, terkait tidur pagi tersebut, Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
ومن المكروه عندهم : النوم بين صلاة الصبح وطلوع الشمس ؛ فإنه وقت غنيمة ، وللسير ذلك الوقت عند السالكين مزية عظيمة ، حتى لو ساروا طول ليلهم لم يسمحوا بالقعود عن السير ذلك الوقت حتى تطلع الشمس ؛ فإنه أول النهار ، ومفتاحه ، ووقت نزول الأرزاق ، وحصول القسم ، وحلول البركة
"Menurut para salaf, diantara perkara yang dibenci adalah tidur ketika selesai shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghanimah (pahala yang berlimpah). Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang salih. Hingga kendati mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena pagi adalah awal hari, turunnya rezki dan pembagian, serta datangnya keberkahan.” (Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah).