[Sidak DPR] Ditanya Fahri, Pekerja Tiongkok Tak Bisa Bahasa Indonesia dan Inggris


Banten - Dalam kunjungan ke pabrik Semen di Banten, wakil ketua DPR Fahri Hamzah menemui beberapa pekerja asing untuk mengetahui kemampuan mereka sebagai pekerja di Indonesia. Rupanya, ada pekerja yang tak bisa bahasa Inggris apalagi Indonesia.

Kunjungan itu dilakukan di PT Cemindo Gemilang, di Bayah, Kabupaten Lebak, Rabu (9/9/2015). Lokasi pabrik berada di pesisir selatan Banten yang ditempuh sejauh 223 Km dari Jakarta atau 6 jam dengan jalan berdebu dari Jakarta via Pandeglang.

Fahri didampingi 3 anggota komisi IX yaitu Ali Taher (PAN), Siti Masrifah (PKB), dan Djony (Hanura). Pabrik yang dikunjungi memproduksi merk Semen Merah Putih, kontraktor pabrik adalah perusahaan Tiongkok Sinoma.

Usai diterima pihak perusahaan, mula-mula dijelaskan profil dan kondisi perusahaan yang mampu memproduksi 14 juta sak semen dalam setahun dengan nilai investasi USD 600 juta. Ada 274 pekerja asing yang saat ini bekerja di perusahaan itu.

Lalu saat diskusi dengan pihak perusahaan masih berlangsung, Fahri meminta direksi untuk langsung mengantarkan rombongan menuju lokasi para pekerja yang terdapat pekerja asing. Menggunakan mobil, Fahri cs pun diantar ke gedung lain di mana terdapat ruang kontrol.

Di ruang itu, ada 9 pekerja yang tengah bekerja di depan layar monitor di mana 3 di antaranya adalah pekerja asal Tiongkok berbaju kuning. Jadi 3 pekerja itu disiapkan tengah mengajari pekerja Indonesia yang duduk di sampingnya.

Fahri lalu mencolek pekerja Tiongkok itu dari belakang. "Can you speak Indonesia?" tanya Fahri. Si pekerja hanya gelang-geleng "No," menjawab ragu. Namun dia bisa berbahasa Inggris. "How long you have been here?" lanjut Fahri. Dijawab 3 bulan.

Anggota komisi IX Djony menimpali, si pekerja itu melanggar aturan soal pekerja asing wajib berbahasa Indonesia. Ketentuan itu memang sudah direvisi alias dihapus pada 31 Agustus, namun karena sudah sejak 3 bulan lalu, maka sempat berlaku aturan itu.

Sambil berbincang dengan direksi di lokasi itu, Fahri kembali mencolek seorang pegawai asal Tiongkok lain. "Can you speak English?" tanya Fahri. "No," jawab pekerja berbaju kuning. "Indonesia?" tanya Fahri lagi. Dijawab juga "No".

Fahri heran mengapa bisa dipekerjakan pekerja yang tidak bahasa Inggris apalagi Indonesia. Pasalnya, komunikasi untuk memenuhi syarat sebagai pekerja di Indonesia harus ada transfer ilmu dari pekerja asing ke pekerja Indonesia, setidaknya dengan bahasa Inggris.

Nah, si pekerja yang tampak bingung itu ternyata bekerja menggunakan penerjemah. Komunikasinya dengan pekerja Indonesia dibantu penerjemah yang bisa bahasa China dan Inggris.

Tak puas sampai di situ, Fahri meminta manajer perusahaan menunjukkan ruang tempat menginap pekerja Tiongkok. Sampailah di sebuah bangunan semi permanen yang pada lingkungannya petunjuk ditampilkan dalam bahasa China.

Di ruang tempat tinggal itu, Fahri juga melihat ruang makan yang bisa menampung sekitar 60 pekerja. Tampak para pekerja makan dengan sumpit, menunya pun disesuaikan dengan selera warga Tiongkok.

Kepada seorang pekerja, Fahri menegaskan bahwa kepentingannya adalah memastikan pekerja asing yang datang ke Indonesia punya kemampuan dan memenuhi seluruh prasyarat yang diatur UU, dan Peraturan Menteri.

"Problem kita menurut undang-undang dan Permen, bahwa unskill labor atau pegawai tak ahli tidak diterima bekerja di Indonesia. Kemudian muncul isu di masyarakat, di sini pernah banyak tenaga kerja tidak terampil yang sebetulnya bisa diambil dari Banten," ucap Fahri usai sidang, malam hari.


Fahri mengatakan, DPR sebagai pengawas pemerintah perlu memastikan semua regulasi dipatuhi perusahaan, dalam konteks ketenagakerjaan. Termasuk implementasi kebijakan dan program.

"Saya kira (kunjungan) ini tidak cukup. Tentu kami akan bicara dengan Menaker lebih detail, supaya dijelaskan jika tidak ada pelanggaran, tapi kalau ada harus dijelaskan terbuka," ucap Fahri.

"Temuan ini nanti akan dibicarakan dengan komisi IX dan panggil Menaker," imbuhnya. (bal/faj)

Sumber: detikcom