Selasa, 22 September 2015
Kualitas pemilu presiden (pilpres) menentukan bagaimana kewibawaan dan kualitas pemerintahan yang berkuasa. Kalau prosesnya penuh dengan kepura-puraan maka hasilnya juga pemerintahan yang penuh dengan kepura-puraan.
Hal tersebut dikatakan peneliti politik utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Profesor Siti Zuhro, Senin (21/9), menjawab pertanyaan wartawan tentang bertambahnya jumlah masyarakat miskin sebagaimana yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
"Pilpres itu tak berhenti di pemilihannya saja. Kualitas proses dan tahapan pilpres menentukan apakah pemerintahan yang terbentuk bisa menjalankan praktek good governance atau tidak. Kalau tahapannya memang melalui lipservice maka hasilnya seperti yang kita saksikan sekarang," kata Siti.
Menurut Wiwik, sapaan Siti, BPS tidak bermain dengan kata-kata karena mereka berbicara berdasarkan data. "Silakan, dinarasikan sendiri bagaimana memaknai data BPS itu. Yang jelas itu data empiris yang tidak bisa dibantah bahwa ada kemunduran yang dialami rakyat Indonesia sejak pemerintahan ini terbentuk," ungkapnya.
Melalui data itu juga ujarnya, terlihat bahwa indeks kesengsaraan masyarakat meningkat. Pemerintahan saat ini yang terpilih lewat pilpres 2014 yang seharusnya mengoreksi pemerintahan yang lama, justru membuat rakyat Indonesia set back atau mengalami kemunduran.
"Pemerintahan yang baru harusnya memperbaiki pemerintahan lama, bukan malah mundur. Sekarang, kondisi ekonomi semakin buruk mulai dari melemahnya nilai tukar rupiah, harga-harga yang melambung tinggi, perusahaan yang melakukan PHK yang membuat jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah," pungkas Wiwik. (fas)
Sumber: jpnn