Pembunuh Bos Asaba Disuruh Bunuh Diri di Rutan Militer


Foto:  Okezone
Foto: Okezone
JAKARTA- Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar mempertanyakan kenapa terpidana mati Suud Rusli tidak menggunakan waktu satu tahun untuk pengajuan grasi.
"Berapa lama keputusan MA itu diberitahukan kepada pemohon (Suud Rusli) sehingga menjadi tidak dihitung untuk pengajuan grasi,"tanya Patrialis dalam sidang judicial review pengujian UU Nomor 5 Tahun 2015 tentang Grasi di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (9/9/2015).
Mantan prajurit Intai Amfibi (Taifib) ini mengisahkan kejadian yang dia alami di rumah tahanan (Rutan) militer dengan segala keterbatasan yang ada.
"Dalam kondisi putusan dan lainnya yang saya alami di tempat penahanan, dalam kondisi sangat terbatas tidak ada satu pun keluarga yang menemui saya," ujarnya.
Kondisi itu yang membuat Suud tidak mengetahui perkembangan proses hukum dirinya sampai dimana. Dia juga dilarang untuk melakukan komunikasi dengan keluarga. "Saya tidak tau perkembangan proses hukum saya sampai mana dan apakah sudah inkrah," sambungnya.
Bahkan ia pernah mencoba melarikan diri ketika di bawah penahanan rutan militer. Pelarian tersebut dilakukan karena perlakuan yang diterimanya tidak manusiawi. "Mungkin hal lain saya pernah melarikan diri dari rumah tahanan militer di awal masa penahanan. Pelarian saya semata-mata atas perlakuan yang tidak manusiawi," ujarnya.
Suud mengaku pernah disuruh bunuh diri saat di rutan militer. Namun ia tidak mau melakukannya. "Saya juga pernah disuruh melakukan bunuh diri di rumah tahanan militer. Hal-hal seperti itu yang membuat saya tidak nyaman mengapa perlakuannya seperti itu," bebernya.
Menurutnya, terpidana teroris saja tidak diperlakukan sedemikian kejam seperti yang ia terima. "Sedangkan teroris saja tidak diperlakukan seperti itu. Kondisi saya terbatas berkomunikasi dengan keluarga," tandasnya.
Sekedar diketahui, Suud Rusli terpidana mati kasus pembunuhan Dirut PT Aneka Sakti Bhakti (Asaba) Budyharto Angsono pada 19 Juli 2003.
Suud melakukan pembunuhan bersama Letda Syam Ahmad Sanusi yang telah tewas tertembak mati pada 17 Agustus 2007. Keduanya diperintahkan oleh Gunawan Santoso yang juga divonis mati oleh majelis hakim.
(fmi)