Minggu, 27 September 2015
Rawan Yaghi namanya. Gadis berusia 22 tahun meninggalkan Palestina pada tahun 2013 menuju Inggris demi pendidikan yang lebih baik.
Yaghi mengenang kali pertama dirinya mendapat beasiswa untuk bersekolah di Oxford University, yang dianggap salah satu universitas terbaik di dunia versi Times Higher Education. Saat itu, dirinya masih menjadi mahasiswi Islamic University of Gaza.
“Aku tidak percaya. Aku sangat bahagia. Kubaca berulang-ulang surat pernyataan diterima tersebut. Kupikir aku salah baca,” ujarnya pada aa.com.tr.
Yaghi kini di tahun ketiga sekaligus terakhir sebagai mahasiswi. Sebentar lagi dia akan mendapatkan gelar sarjana bahasa Italia. Orangtua Yaghi tentunya juga sangat bangga dengannya, walau di satu sisi mereka juga khawatir.
“Orangtuaku sampai menangis karena khawatir padaku yang pergi untuk waktu yang lama. Terutama dengan kondisi perbatasan seperti sekarang, kau tidak pernah tahu kapan keluar-masuk,” ujarnya lagi.
Yaghi mengatakan bahwa dirinya sudah lama tidak melihat kampung halamanya.
“Aku tidak pernah pulang sejak tinggal di sini. Aku mau pulang musim panas 2014 lalu, tapi kemudian ada serangan ke Gaza,” kenangnya akan serangan penjajah Israel ke jalur Gaza pada Juli 2014.
Berkat serangan tersebut, lebih dari 2000 orang Palestina meninggal dunia. Kebanyakan penduduk sipil.
“Keluargaku baik-baik saja, tapi banyak temanku yang kehilangan anggota keluarganya, yang kehilangan rumahnya. Kurasa semua orang di Gaza terluka secara psikologis,” kata Yaghi.
Yaghi bukannya tinggal diam. Dia berusaha mengunjungi keluarganya lewat Yordania, tapi gagal.
Petugas Konsulat Inggris yang membantunya sampai di Oxford mencoba untuk menolongnya pulang kampung. Namun oleh petugas penjajah Israel, dirinya diberi tahu kalau Yaghi diizinkan masuk ke Palestina, dia tidak akan diperbolehkan keluar lagi. Yaghi mencoba lagi musim panas lalu.
“Konsulat Inggris kembali membantuku, tapi Israel tidak merespon mereka sehingga tidak ada yang bisa mereka lakukan.”
“Aku akhirnya mendaftar sendiri untuk izin masuk, tapi mereka tidak merespon sama sekali. Aku menunggu di Yordania selama satu setengah bulan, dan tidak ada kabar yang kuterima,” katanya.
Gaza telah diblokade dari segala arah oleh Israel sejak 2007 sementara perbatasan dengan Mesir hanya dibuka secara sporadis. Hampir 1,9 juta penduduk Palestina kekurangan kebutuhan dasar karenanya. Kedubes penjajah Israel di London tidak merespon aa.com.tr ketika dihubungi.
Yaghi berpesan kepada para pemuda Gaza untuk tetap tabah dan tetap berusaha.
“Bekerja keraslah, meski kondisi di Gaza sangat susah, dan sangat tertindas, mereka tidak boleh merasa lebih rendah dari siapapun. Mereka layak mendapatkan semua yang terbaik,” ujarnya.
Yaghi kini berencana untuk terlibat dalam kampanye BDS (boycotts, divestment and sanctions), sebuah gerakan global yang bertujuan menggunakan sanksi dan boikot untuk menekan Israel agar pendudukan di Palestina berakhir.*/Tika Af’idah
Sumber: Hidayatullah