Kamis, 10 September 2015
Di tengah gempita dunia atas kematian Aylan Kurdi dan 12 anak pengungsi Syiria, Israel membakar hidup-hidup 1 keluarga Palestina di Tepi Barat. Abbas, pemangku kekuasaan malah memilih menangkapi pengunjuk rasa dan melarang segala aksi perlawanan di Tepi Barat. Sikap yang tak ada bedanya saat seorang menteri Palestina dipukul hingga mati oleh rezim Israel.
Mahmud Abbas lebih memikirkan masa depan hidupnya, seakan ia akan hidup 100 tahun lagi. Abbas cemas, ia tak lagi diperlakukan V.I.P. oleh penjajah Israel. Dimana ia bebas berkeliling dunia dan menikmati fasilitas hotel berbintang, bersama keluarga dan cucunya tercinta. Gaya bahasa Abbas selalu tendensius jika berkaitan soal Gaza, intifadhah, AlQuds, pengungsi, dan masa depan AlAqsha. Belum, saat wawancara pers, lama ia terusik, "Apa urusan saya dengan AlAqsha?"
Lain halnya dengan Khalid Misy'al. Pemimpin HAMAS itu tetap santun dan menjauhi bahasa yang menegasikan peran Abbas dan PLO (FATAH). Misy'al yang selamat dari upaya pembunuhan oleh Mossad di Yordania tahun 1997 ini, mengetuk hati seluruh elemen Palestina untuk bersatu. Misy'al sadar, dengan kudeta di Mesir, kehadiran ISIS, perang di Yaman dan Syiria, posisi Palestina terhimpit.
Komandan Divisi Selatan militer Israel mengancam.
Pilihan bagi HAMAS ada 3:
1. Perang. Kini Israel sangat percaya diri mampu mengalahkan HAMAS, seiring militer Mesir yang tak akan lama lagi menyelesaikan galian air laut yang akan merendam terowongan-terowongan Gaza, bungker ampuh selama perang 2014 kemarin. Jika terjadi perang, Gaza praktis tidak memiliki alur evakuasi.
2. Mau berbagi dengan FATAH. Jika ini pilihannya. Maka Gaza tak jauh beda dengan Tepi Barat. Semua dikendalikan Israel. Ini berarti, tak ada tanah yang tersisa lagi kecuali dikuasai Israel.
3. Menyerah kalah. Satu hal yang mustahil bagi HAMAS. Sebab seperti dikatakan Levni, "Israel tak memiliki cara membuat HAMAS takluk. Godaan harta, tahta, dan sex sama sekali tak mempan". Malah untuk melemahkan HAMAS, Israel meminta Paman Sam untuk memasukkan 3 komandan gugus tempur HAMAS sebagai teroris.
HAMAS tak punya pilihan selain perlawanan dengan segala cara hingga titik darah terakhir. Bagi HAMAS, pengkhianatan saudara setanah air, saudara sebangsa Arab dan saudara seagama, tak menciutkan semangat. Sebab pejuang HAMAS lahir dari rahim tarbiyah jihadiyyah: mati di jalan Allah, cita kami tertinggi.
(Nandang Burhanudin)