Banyak yang mengira bahwa TKW di luar negeri terlibat masalah terus tanpa ada sisi positifnya. Padahal, tidak demikian, masih banyak TKW di negeri rantau yang berprestasi, sayangnya hal itu jarang diliput media.
Salah satu TKW yang berprestasi itu adalah Heni Sri Sundani, seorang perempuan muda yang berasal dari keluarga miskin di Ciamis, Jawa Barat.
Dua tahun pertama bekerja di luar negeri untuk adaptasi. Tahun ketiga merangkap jadi mahasiswi. Setelah itu, dengan gaji 5 juta rupiah per bulan, ia kuliah di Saint Mary University Hongkong. Empat tahun kemudian dia pulang dengan membawa gelar sarjana ekonomi.
Selain mengantongi ijazah cumlaude, dia juga membawa 3.000 buku koleksinya selama di Hongkong. Dia bikin perpustakaan desa. Bukan hanya itu, Heni menyertakan pula 17 judul buku yang diterbitkan dari tulisan-tulisannya. Kok bisa?
Selama di Hongkong, Heni menjadi kontributor untuk koran-koran berbahasa Indonesia.
Kini sudah empat tahun Heni berkiprah di Tanah Air. Dia mendirikan kelompok petani. Kesejahteraan warga desa dia angkat dengan pendidikan ketrampilan. Anak-anak petani dia didik secara gratis melalui sekolah alam yang kini jumlah muridnya mencapai 500-an. Dia beri beasiswa bagi yang berprestasi serta biaya pengobatan bagi yang sakit.
Kini, Heni mengikuti suami di Bogor. Bersama mahasiswa S2 IPB itu, ia mendirikan edu-agro di desa Jampang. Berdua menyediakan lahan pendidikan, pelatihan, dan wisata di bidang pertanian. Bus-bus pariwisata hilir-mudik masuk ke komplek AgroEdu Jampang Wisata, berisi ratusan murid-murid sekolah dari luar kota yang ingin tahu seluk-beluk pertanian.
Kisah Heni di atas dapat menjadi inspirasi buat kita, bahwa siapapun bisa mengubah nasib dan berprestasi asal dengan tekad yang kuat. Semoga semakin banyak TKW yang pulang ke Tanah Air dengan membawa nafas baru buat lingkungannya. (nurul septiani)
Sumber: kabarumat.com
Salah satu TKW yang berprestasi itu adalah Heni Sri Sundani, seorang perempuan muda yang berasal dari keluarga miskin di Ciamis, Jawa Barat.
Dua tahun pertama bekerja di luar negeri untuk adaptasi. Tahun ketiga merangkap jadi mahasiswi. Setelah itu, dengan gaji 5 juta rupiah per bulan, ia kuliah di Saint Mary University Hongkong. Empat tahun kemudian dia pulang dengan membawa gelar sarjana ekonomi.
Selain mengantongi ijazah cumlaude, dia juga membawa 3.000 buku koleksinya selama di Hongkong. Dia bikin perpustakaan desa. Bukan hanya itu, Heni menyertakan pula 17 judul buku yang diterbitkan dari tulisan-tulisannya. Kok bisa?
Selama di Hongkong, Heni menjadi kontributor untuk koran-koran berbahasa Indonesia.
Kini sudah empat tahun Heni berkiprah di Tanah Air. Dia mendirikan kelompok petani. Kesejahteraan warga desa dia angkat dengan pendidikan ketrampilan. Anak-anak petani dia didik secara gratis melalui sekolah alam yang kini jumlah muridnya mencapai 500-an. Dia beri beasiswa bagi yang berprestasi serta biaya pengobatan bagi yang sakit.
Kini, Heni mengikuti suami di Bogor. Bersama mahasiswa S2 IPB itu, ia mendirikan edu-agro di desa Jampang. Berdua menyediakan lahan pendidikan, pelatihan, dan wisata di bidang pertanian. Bus-bus pariwisata hilir-mudik masuk ke komplek AgroEdu Jampang Wisata, berisi ratusan murid-murid sekolah dari luar kota yang ingin tahu seluk-beluk pertanian.
Kisah Heni di atas dapat menjadi inspirasi buat kita, bahwa siapapun bisa mengubah nasib dan berprestasi asal dengan tekad yang kuat. Semoga semakin banyak TKW yang pulang ke Tanah Air dengan membawa nafas baru buat lingkungannya. (nurul septiani)
Sumber: kabarumat.com