Rabu, 9 September 2015 | 11:30 WIB
Terkait
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggaran
program penulisan naskah pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama mencapai Rp 805 juta dalam Kebijakan Umum Anggaran Plafon
Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) 2016.
Artinya, dalam satu bulan, biaya pembuatan naskah sambutan Ahok (sapaan Basuki) menghabiskan Rp 75 juta.
Bagaimana tanggapan Basuki atas rencana anggaran tersebut?
"Saya enggak tahu, mungkin itu total semuanya. Kami akan cek," kata Basuki, di Balai Kota, Rabu (9/9/2015).
Menurut Basuki, seharusnya anggaran itu sudah dipangkas. Ia menjelaskan, ada perbedaan mekanisme penyusunan naskah pidato Gubernur pada pemerintahannya dengan pemerintahan sebelumnya. [Baca: DPRD DKI Pertanyakan Anggaran Rp 805 Juta untuk Naskah Pidato Ahok]
Sebelumnya, Pemprov DKI selalu membayar tenaga ahli dari luar untuk menyusun naskah pidato. Sementara kini, Basuki memberdayakan pegawai negeri sipil (PNS) serta pekerja harian lepas (PHL) untuk menyusun naskah pidato Gubernur.
"Makanya, saya mau tahu dulu itu bayarnya ke mana, siapa yang bikin naskah," kata Basuki.
Saat ini, Basuki mengaku tengah menghitung efisiensi jumlah PNS DKI. Di Pemprov DKI, lanjut dia, lebih banyak PHL yang bekerja dibanding PNS DKI.
"Jadi hampir semua yang kerja di DKI 50.000 itu PHL, yang betul-betul kerja dan disuruh-suruh itu PHL. Makanya saya katakan, jangankan IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) (mau dibubarkan), PNS saja saya enggak mau terima lagi di DKI kok," kata Basuki.
Sebelumnya laporan itu disampaikan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Bestari Barus. Ia pun meminta Kepala Biro KDH dan KLN Muhammad Mawardi untuk meninjau ulang anggaran tersebut.
Di sisi lain, Mawardi mengatakan, anggaran tersebut digunakan untuk menggaji PHL yang bertugas menyusun naskah sambutan. Mawardi mengatakan, standar gaji para PHL adalah Rp 2,7 juta. Akan tetapi, setiap PHL tidak diberikan gaji dalam jumlah yang sama, tergantung hasil pekerjaan masing-masing.
"Jadi itu untuk gaji. Gaji PHL itu kan satu orang Rp 2,7 juta, dari situ ada yang tenaga ahlinya. PHL kan enggak mungkin untuk yang kemampuannya lebih tinggi, gajinya sama. Kan ada aturan main. Jadi bervariasi. Akhirnya ketemulah angka Rp 805 juta itu," ujar Mawardi.
Artinya, dalam satu bulan, biaya pembuatan naskah sambutan Ahok (sapaan Basuki) menghabiskan Rp 75 juta.
Bagaimana tanggapan Basuki atas rencana anggaran tersebut?
"Saya enggak tahu, mungkin itu total semuanya. Kami akan cek," kata Basuki, di Balai Kota, Rabu (9/9/2015).
Menurut Basuki, seharusnya anggaran itu sudah dipangkas. Ia menjelaskan, ada perbedaan mekanisme penyusunan naskah pidato Gubernur pada pemerintahannya dengan pemerintahan sebelumnya. [Baca: DPRD DKI Pertanyakan Anggaran Rp 805 Juta untuk Naskah Pidato Ahok]
Sebelumnya, Pemprov DKI selalu membayar tenaga ahli dari luar untuk menyusun naskah pidato. Sementara kini, Basuki memberdayakan pegawai negeri sipil (PNS) serta pekerja harian lepas (PHL) untuk menyusun naskah pidato Gubernur.
"Makanya, saya mau tahu dulu itu bayarnya ke mana, siapa yang bikin naskah," kata Basuki.
Saat ini, Basuki mengaku tengah menghitung efisiensi jumlah PNS DKI. Di Pemprov DKI, lanjut dia, lebih banyak PHL yang bekerja dibanding PNS DKI.
"Jadi hampir semua yang kerja di DKI 50.000 itu PHL, yang betul-betul kerja dan disuruh-suruh itu PHL. Makanya saya katakan, jangankan IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) (mau dibubarkan), PNS saja saya enggak mau terima lagi di DKI kok," kata Basuki.
Sebelumnya laporan itu disampaikan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Bestari Barus. Ia pun meminta Kepala Biro KDH dan KLN Muhammad Mawardi untuk meninjau ulang anggaran tersebut.
Di sisi lain, Mawardi mengatakan, anggaran tersebut digunakan untuk menggaji PHL yang bertugas menyusun naskah sambutan. Mawardi mengatakan, standar gaji para PHL adalah Rp 2,7 juta. Akan tetapi, setiap PHL tidak diberikan gaji dalam jumlah yang sama, tergantung hasil pekerjaan masing-masing.
"Jadi itu untuk gaji. Gaji PHL itu kan satu orang Rp 2,7 juta, dari situ ada yang tenaga ahlinya. PHL kan enggak mungkin untuk yang kemampuannya lebih tinggi, gajinya sama. Kan ada aturan main. Jadi bervariasi. Akhirnya ketemulah angka Rp 805 juta itu," ujar Mawardi.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Penulis | : Kurnia Sari Aziza |
Editor | : Kistyarini |