| Selasa, 1 September 2015 06:02
Merdeka.com - Pertumbuhan ekonomi Indonesia kini melambat dan nilai tukar Rupiah terus anjlok hingga menyentuh angka Rp 14.000 per USD. Pengusaha dalam negeri banyak yang kesulitan, terutama yang mengandalkan bahan baku impor.
Pemerintah berulang kali menyebut, melambatnya pertumbuhan ekonomi
Indonesia karena kuatnya hantaman faktor eksternal. Terutama karena
melambatnya pertumbuhan ekonomi China. Pelemahan nilai tukar Rupiah juga
disebut karena dampak ekonomi global seperti kebijakan China
mendevaluasi Yuan beberapa waktu lalu.
Dampak melambatnya ekonomi global ternyata tidak hanya dirasakan Indonesia. Hampir semua negara Asia merasa kesulitan dan nilai tukar masing-masing negara anjlok. Bahkan nilai tukar Ringgit Malaysia disebut paling parah di kawasan Asia.
Kondisi Malaysia kini sedang tidak kondusif, baik dari sisi ekonomi, politik maupun sosial. Nilai tukar Ringgit Malaysia anjlok cukup parah diterpa ketidakpastian global. Di saat bersamaan, muncul lagi isu Perdana Menteri Malaysia menerima uang dari salah satu perusahaan negara Malaysia.
Meski demikian, Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Tun Najib Razak menyebut bahwa kondisi Malaysia masih sangat baik hingga saat ini. Malaysia diklaim masih bisa tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi global. Menurutnya, pertumbuhan Malaysia masih di jalur yang benar dan solid.
Tak mau asal bicara, Najib menyebut ada beberapa indikator yang mendukung fakta kalau ekonomi Malaysia masih dalam kondisi baik. Pertama adalah, ekonomi Malaysia diharapkan masih bisa tumbuh hingga 5 persen sepanjang tahun ini.
"Ini tidak sama seperti 1998 saat krisis ekonomi melanda Asia. Saat itu ekonomi kita negatif 7 persen," katanya seperti dilansir dari Bernama di Jakarta, Senin (31/8).
Selanjutnya, indikator kedua menurut Najib adalah fundamental ekonomi Malaysia yang sangat kuat karena telah belajar dari dampak krisis 1998 silam.
"Contohnya bahwa defisit fiskal pemerintah berkurang dari negatif 6,7 persen menjadi 3,2 persen tahun ini. Perbankan dan sistem keuangan kita memiliki kapitalisasi yang kuat dan likuiditas yang baik," sambungnya. Tingkat kredit macet atau NPL (non performing loan) dan inflasi Malaysia disebut masih rendah dan bisa dikelola.
Kemudian, indikator ketiga menurut Najib adalah berhasilnya kebijakan nasional melalui National Transformacy Policy yang berdampak pada menurunnya angka kemiskinan di Malaysia dari 49,3 persen pada 1970 menjadi hanya 0,6 persen pada 2014 silam.
"Produk domestik bruto (PDB) meningkat 47,7 persen 2009-2014. Sedangkan 1,8 juta lapangan pekerjaan telah diciptakan melalui program transformasi program ekonomi," tambahnya.
Namun demikian, kondisi Malaysia lebih parah dibanding Indonesia dari beberapa faktor terutama nilai tukar. Merdeka.com mencoba merangkum beberapa fakta soal pergerakan ekonomi Malaysia, berikut uraiannya seperti dilansir dari berbagai sumber:
Dampak melambatnya ekonomi global ternyata tidak hanya dirasakan Indonesia. Hampir semua negara Asia merasa kesulitan dan nilai tukar masing-masing negara anjlok. Bahkan nilai tukar Ringgit Malaysia disebut paling parah di kawasan Asia.
Kondisi Malaysia kini sedang tidak kondusif, baik dari sisi ekonomi, politik maupun sosial. Nilai tukar Ringgit Malaysia anjlok cukup parah diterpa ketidakpastian global. Di saat bersamaan, muncul lagi isu Perdana Menteri Malaysia menerima uang dari salah satu perusahaan negara Malaysia.
Meski demikian, Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Tun Najib Razak menyebut bahwa kondisi Malaysia masih sangat baik hingga saat ini. Malaysia diklaim masih bisa tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi global. Menurutnya, pertumbuhan Malaysia masih di jalur yang benar dan solid.
Tak mau asal bicara, Najib menyebut ada beberapa indikator yang mendukung fakta kalau ekonomi Malaysia masih dalam kondisi baik. Pertama adalah, ekonomi Malaysia diharapkan masih bisa tumbuh hingga 5 persen sepanjang tahun ini.
"Ini tidak sama seperti 1998 saat krisis ekonomi melanda Asia. Saat itu ekonomi kita negatif 7 persen," katanya seperti dilansir dari Bernama di Jakarta, Senin (31/8).
Selanjutnya, indikator kedua menurut Najib adalah fundamental ekonomi Malaysia yang sangat kuat karena telah belajar dari dampak krisis 1998 silam.
"Contohnya bahwa defisit fiskal pemerintah berkurang dari negatif 6,7 persen menjadi 3,2 persen tahun ini. Perbankan dan sistem keuangan kita memiliki kapitalisasi yang kuat dan likuiditas yang baik," sambungnya. Tingkat kredit macet atau NPL (non performing loan) dan inflasi Malaysia disebut masih rendah dan bisa dikelola.
Kemudian, indikator ketiga menurut Najib adalah berhasilnya kebijakan nasional melalui National Transformacy Policy yang berdampak pada menurunnya angka kemiskinan di Malaysia dari 49,3 persen pada 1970 menjadi hanya 0,6 persen pada 2014 silam.
"Produk domestik bruto (PDB) meningkat 47,7 persen 2009-2014. Sedangkan 1,8 juta lapangan pekerjaan telah diciptakan melalui program transformasi program ekonomi," tambahnya.
Namun demikian, kondisi Malaysia lebih parah dibanding Indonesia dari beberapa faktor terutama nilai tukar. Merdeka.com mencoba merangkum beberapa fakta soal pergerakan ekonomi Malaysia, berikut uraiannya seperti dilansir dari berbagai sumber:
[idr]