Jakarta, (28/8) – Rantai distribusi menjadi salah satu penyebab tingginya harga daging ayam di pasaran, situasi tersebut telah menyebabkan lonjakan harga hingga empat kali lipat dari harga jual di tingkat peternak. Perlu usaha serius dari Pemerintah untuk melakukan efisiensi rantai distribusi dan memperhatikan kesejahteraan peternak ayam dengan menjaga stabilitas Harga Pokok Produksi (HPP) ayam dibawah harga jual ayam hidup sehingga peternak masih bisa mendapatkan keuntungan dari usahanya.
“Mendesak pemerintah untuk memotong rantai distribusi yang tidak efisien yang telah menyebakan mahalnya harga daging ayam. selain itu, meminta pemerintah melakukan koordinasi berkala kepada asosiasi pedagang, asosiasi peternak, asosiasi rumah potong unggas, dan stake holder lainnya,” ungkap Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar dalam keterangan persnya pada hari Jumat, (28/8) di Jakarta.
Dikabarkan dari Bandung sehari setelah masa demo mogok yang dilakukan oleh para pedagang daging ayam sejak Kamis lalu. Harga daging ayam di pasaran masih dikategorikan tinggi. Seperti harga daging ayam di Pasar Cihaurgeulis, yang ada pada kisaran Rp 39.000. Meskipun ada penurunan harga Rp 1000 dari harga awal sebelum demo berlangsung. Pedagang ayam mengaku, di hari pertama kemarin, masih sepi pembeli.
Kementerian perdagangan dan kementerian pertanian harus berkoordinasi untuk mensikronkan serta mengatur tata niaga daging ayam, pesan tersebut ditegaskan dalam rapat kerja Kamis, (27/8) antara Komisi IV DPR RI dengan Kementerian pertanian. DPR mendukung langkah Pemerintah untuk menurunkan harga daging sapi, daging ayam, dan pangan pokok lainnya, serta menindak tegas importir atau pelaku usaha pangan yang melakukan penimbunan daging sapi, daging ayam, dan pangan pokok lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Tingginya harga daging ayam di pasaran dinilai sebagai dampak dikuranginya pasokan bibit ayam atau day old chicken (DOC) sejak awal 2015. Pemerintah mengurangi pasokan bibit ayam hingga 30 persen, belum lagi kenaikan harga pakan ayam yang disebabkan nilai tukar Dollar terhadap Rupiah. Mengingat selama ini pabrik pakan ayam dimiliki oleh perusahaan asing dengan bahan baku baku sebagian besar perlu di impor.” Ungkap Rofi.
Legislator dari Jawa Timur ini menjelaskan, masalah dalam rantai distribusi daging ayam di duga karena adanya perilaku spekulan atau penyalahgunaan kekuatan pasar yang dilakukan pedagang perantara (kartel) dalam satu supply chain atau rantai distribusi. Ini terjadi, karena struktur pasar sangat berpengaruh terhadap jumlah margin keuntungan yang ditetapkan oleh para pelaku usaha dalam satu rantai pemasaran. Ada berapa jumlah perusahaan yang beroperasi di pasar, bagaimana barrier to entry and exit bagi perusahaan, dan karakteristik produk yang diperdagangkan sangat menentukan struktur pasar yang terbentuk. Dari struktur pasar ini muncul pengaruh untuk mempengaruhi harga pasar dari kekuatan perusahaan-perusahaan yang ada di dalam pasar tersebut.
“Secara umum pasar daging ayam terbentuk secara oligopoli, dimana perusahaan tunggal atau beberapa perusahaan dominan akan berperilaku sebagai pembentuk harga, yang memiliki keleluasaan dalam menetapkan harga dan menentukan margin seoptimal mungkin,” ulasnya.
“Mendesak pemerintah untuk memotong rantai distribusi yang tidak efisien yang telah menyebakan mahalnya harga daging ayam. selain itu, meminta pemerintah melakukan koordinasi berkala kepada asosiasi pedagang, asosiasi peternak, asosiasi rumah potong unggas, dan stake holder lainnya,” ungkap Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar dalam keterangan persnya pada hari Jumat, (28/8) di Jakarta.
Dikabarkan dari Bandung sehari setelah masa demo mogok yang dilakukan oleh para pedagang daging ayam sejak Kamis lalu. Harga daging ayam di pasaran masih dikategorikan tinggi. Seperti harga daging ayam di Pasar Cihaurgeulis, yang ada pada kisaran Rp 39.000. Meskipun ada penurunan harga Rp 1000 dari harga awal sebelum demo berlangsung. Pedagang ayam mengaku, di hari pertama kemarin, masih sepi pembeli.
Kementerian perdagangan dan kementerian pertanian harus berkoordinasi untuk mensikronkan serta mengatur tata niaga daging ayam, pesan tersebut ditegaskan dalam rapat kerja Kamis, (27/8) antara Komisi IV DPR RI dengan Kementerian pertanian. DPR mendukung langkah Pemerintah untuk menurunkan harga daging sapi, daging ayam, dan pangan pokok lainnya, serta menindak tegas importir atau pelaku usaha pangan yang melakukan penimbunan daging sapi, daging ayam, dan pangan pokok lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Tingginya harga daging ayam di pasaran dinilai sebagai dampak dikuranginya pasokan bibit ayam atau day old chicken (DOC) sejak awal 2015. Pemerintah mengurangi pasokan bibit ayam hingga 30 persen, belum lagi kenaikan harga pakan ayam yang disebabkan nilai tukar Dollar terhadap Rupiah. Mengingat selama ini pabrik pakan ayam dimiliki oleh perusahaan asing dengan bahan baku baku sebagian besar perlu di impor.” Ungkap Rofi.
Legislator dari Jawa Timur ini menjelaskan, masalah dalam rantai distribusi daging ayam di duga karena adanya perilaku spekulan atau penyalahgunaan kekuatan pasar yang dilakukan pedagang perantara (kartel) dalam satu supply chain atau rantai distribusi. Ini terjadi, karena struktur pasar sangat berpengaruh terhadap jumlah margin keuntungan yang ditetapkan oleh para pelaku usaha dalam satu rantai pemasaran. Ada berapa jumlah perusahaan yang beroperasi di pasar, bagaimana barrier to entry and exit bagi perusahaan, dan karakteristik produk yang diperdagangkan sangat menentukan struktur pasar yang terbentuk. Dari struktur pasar ini muncul pengaruh untuk mempengaruhi harga pasar dari kekuatan perusahaan-perusahaan yang ada di dalam pasar tersebut.
“Secara umum pasar daging ayam terbentuk secara oligopoli, dimana perusahaan tunggal atau beberapa perusahaan dominan akan berperilaku sebagai pembentuk harga, yang memiliki keleluasaan dalam menetapkan harga dan menentukan margin seoptimal mungkin,” ulasnya.