Jumat, 28 Agustus 2015 | 13:42 WIB
Terkait
- 4,8 Kg Sabu dan 19.000 Ekstasi Dibawa Pakai Innova ke Perbatasan Entikong
- Penggerebekan di Bandung Terkait Narkoba, Imigrasi, dan Kejahatan Siber
- Bawa Sabu 3 Kg dari Tiongkok, WNA Diupah Rp 50 Juta
- Kapolda Metro: Jakarta Daerah Potensial Peredaran Narkoba
- Saat Sindikat Sabu Wong Chi Ping Bergabung dengan Jaringan Nigeria
JAKARTA, KOMPAS.com -
Vonis hukuman mati terhadap bandar narkoba dianggap Badan Narkotika
Nasional (BNN) tidak membuat jera para pengirim barang haram tersebut.
Namun, eksekusi putusanlah yang membuat jera para bandar.
Hal ini disampaikan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen (Pol) Dedi Fauzi El Hakim di kantor BNN Cawang, Jakarta Timur, Jumat (28/8/2015).
Menurut Dedi, selain membuat jera, eksekusi mati juga nembuat para pelaku berhenti melakukan aksinya. Namun, upaya banding atau peninjauan berkali-kali yang dilakukan para bandar tersebut menurut Dedi akhirnya tak membuat jera bandar narkoba.
Ia memberi contoh kasus Freddy Budiman. "Freddy Budiman dari tahun berapa, sampai sekarang 2015 masih bisa mempertahankan nyawanya," kata Dedi dengan nada menyindir.
Dedi berpendapat, sistem di hukum Indonesia dengan pengajuan PK berkali-kali membuat bandar narkotika punya peluang untuk mengundur eksekusi. Ini menurutnya yang membuat bandar tak jera.
Di Malaysia, kata dia, penjahat narkoba hanya butuh beberapa hari untuk dieksekusi. "Vonis mati tidak akan membuat bandar narkoba jera, tetapi eksekusi akan membuat mereka jera, bahkan berhenti," ujar Dedi.
Seperti diketahui, Freddy Budiman adalah gembong narkoba yang ditangkap tahun 2009 terkait kasus 1,4 juta pil ekstasi. Freddy sudah divonis mati oleh Mahkamah Agung. Namun ia belum menjalani eksekusi mati yang dilaksanakan di era Presiden Joko Widodo.
Sebelum dipindahkan dari tahanan Lapas Narkotika Cipinang, Freddy masih dapat mengendalikan barang haram tersebut dari balik bui. Ia juga terkenal karena kasusnya yang meminjam ruang kalapas narkotika cipinang untuk pesta narkoba dengan model dewasa
Hal ini disampaikan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen (Pol) Dedi Fauzi El Hakim di kantor BNN Cawang, Jakarta Timur, Jumat (28/8/2015).
Menurut Dedi, selain membuat jera, eksekusi mati juga nembuat para pelaku berhenti melakukan aksinya. Namun, upaya banding atau peninjauan berkali-kali yang dilakukan para bandar tersebut menurut Dedi akhirnya tak membuat jera bandar narkoba.
Ia memberi contoh kasus Freddy Budiman. "Freddy Budiman dari tahun berapa, sampai sekarang 2015 masih bisa mempertahankan nyawanya," kata Dedi dengan nada menyindir.
Dedi berpendapat, sistem di hukum Indonesia dengan pengajuan PK berkali-kali membuat bandar narkotika punya peluang untuk mengundur eksekusi. Ini menurutnya yang membuat bandar tak jera.
Di Malaysia, kata dia, penjahat narkoba hanya butuh beberapa hari untuk dieksekusi. "Vonis mati tidak akan membuat bandar narkoba jera, tetapi eksekusi akan membuat mereka jera, bahkan berhenti," ujar Dedi.
Seperti diketahui, Freddy Budiman adalah gembong narkoba yang ditangkap tahun 2009 terkait kasus 1,4 juta pil ekstasi. Freddy sudah divonis mati oleh Mahkamah Agung. Namun ia belum menjalani eksekusi mati yang dilaksanakan di era Presiden Joko Widodo.
Sebelum dipindahkan dari tahanan Lapas Narkotika Cipinang, Freddy masih dapat mengendalikan barang haram tersebut dari balik bui. Ia juga terkenal karena kasusnya yang meminjam ruang kalapas narkotika cipinang untuk pesta narkoba dengan model dewasa
Penulis | : Robertus Belarminus |
Editor | : Kistyarini |